Senin, 06 Februari 2017

Dimanakah Orang Tua Nabi Muhammad S.A.W.?

Dimanakah Orang Tua Nabi Muhammad S.A.W.?

Surga Atau Neraka.?

Dimanakah Orang Tua Nabi Muhammad S.A.W.?  Surga Atau Neraka.?  Menjawab kekeliruan tentang Orang Tua Nabi Muhammad S.A.W

;إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم

Artinya: Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak-anak Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak-anak Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada BaniHasyim. (Hadits riwayat Muslim)



السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 

Selamat Datang di طَلَبُ الْعَلْمِ

Sahabat yang kami mulyakan. Akhir akhir ini mulai dimunculkan beberapa pendapat yang menjadi pemicu perpecahan, yang sebelumnya belum pernah terlalu fulgar dimunculkan
bahwa orang tua nabi Muhammad S.A.W dalam meninggal dalam keadaan Musyrik dan masuk Neraka. Berita itu digencarkan seolah hal itu adalah sesuatu yang Mu'tabar, namun secara tidak sadar itu telah menyakiti hati kaum muslimin. Bukan alasan berdalil atau pun berperasaan, namun ini karena adanya ikhtilaf namun terlalu dimunculkan terlalu berlebihan. Atau salah dalam memahami dalil itu sendiri.

Yang menjadi keheranan bagi kami ialah ; Semasa hidup Rasulullah S.A.W terdapat sahabat Rasulullah S.A.W yang beriman, ialah Ikrimah Bin Abu Jahal. Ikrimah ini ialah putra dari ABU JAHAL, yang dimana ayahnya ini ialah orang yang memusuhi Islam, namun Rasulullah S.A.W tidak pernah mengungkit Kesalahan Abu Jahal kepada Putranya Abu Jahal, yaitu Ikrimah. Ikrimah oleh rasulullah saja dihormati, namun kini ada kalangan yang mengaku Umat Nabi Muhammad S.A.W tapi menghina orang tua nabi, dan mengatakan orang tua nabi Musyrik, kafir dan masuk neraka. Ada alasan yang mereka gunakan, ialah dua hadits yang mengatakan "Ayah" nabi di neraka dan "Ibu" Nabi tidak boleh di do'akan.

Penulisan ini bukan untuk memecah belah atau pun membela suatu kelompok. Tulisan ini InsyaAllah bisa sedikit mengungkapkan beberapa hal yang mesti kita pelajari. Janganlah menggunakan Nafsu atau perasaan terlalu berlebihan, namun harus dengan Dalil dan juga pemahaman yang cukup untuk mengungkapkan tentang makna dalil itu sendiri. Karena tidak mungkin kita menghakimi sesuatu dengan dalil tapi kita tidak paham maknanya, apalagi tentang "Keluarga Nabi Muhammad S.A.W"


Hadits Yang Menjadi Perbincangan

 Hadits riwayat Anas bin Malik RA telah menceritakan sebagai berikut.


أَنّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النّارِ. فَلَمّا قَفّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النّارِ

Artinya, "Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, di manakah kini ayahku?’ Nabi Muhammad SAW menjawab, ‘Di neraka.’ Ketika orang itu berpaling untuk pergi, Nabi Muhammad SAW memanggilnya lalu berkata, ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,” (HR Muslim).

Sementara hadits riwayat Abu Hurairah RA menyebutkan sebagai berikut.

زَارَ النّبِيّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمّهِ. فَبَكَىَ وَأَبْكَىَ مَنْ حَوْلَهُ. فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأذِنَ لِي

Artinya, "Nabi Muhammad SAW menziarahi makam ibunya. Di sana Beliau SAW menangis sehingga para sahabat di sekitarnya turut menangis. Rasulullah SAW mengatakan, ‘Kepada Allah Aku sudah meminta izin untuk memintakan ampun bagi ibuku, tetapi Allah tidak mengizinkanku. Lalu Aku meminta kepada-Nya agar Aku diizinkan menziarahi makam ibuku, alhamdulillah Dia mengizinkanku," (HR Muslim).


Perbedaan Pendapat Ulama Hadit's Dan Ulama Kalam


Secara harfiah dan pemahaman yang akan kita dapati dari keterangan dua hadits di atas ini menujukkan bahwa ialah kedua orang tua Rasulullah SAW termasuk ke dalam penghuni neraka. Akan tetapi sebenarnya para ulama baik itu dari kalangan ahli hadits maupun juga dari kalangan ahli kalam berselisih pendapat perihal ini. Dan di antara ulama yang memaknai hadits ini yang menggunakan pendekatan secara harfiah adalah Imam An-Nawawi. Dalam kitab Syarah Muslim yang telah ditulisnya, ia menunjukkan secara jelas bahwa posisinya seperti keterangan berikut dibawah ini ;

قوله ( أن رجلا قال يا رسول الله أين أبي قال في النار فلما قفى دعاه فقال إن أبي وأباك في النار ) فيه أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تنفعه قرابة المقربين وفيه أن من مات في الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار وليس هذا مؤاخذة قبل بلوغ الدعوة فان هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة ابراهيم وغيره من الأنبياء صلوات الله تعالى وسلامه عليهم وقوله صلى الله عليه و سلم أن أبي وأباك في النار هو من حسن العشرة للتسلية بالاشتراك في المصيبة ومعنى قوله صلى الله عليه و سلم قفي ولى قفاه منصرفا

Artinya ; “Pengertian hadits ‘Seorang lelaki bertanya, ‘Wahai Rasulullah, di manakah kini ayahku?’ dan seterusnya, menunjukkan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan kufur bertempat di neraka. Kedekatan kerabat muslim tidak akan memberikan manfaat bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir. Hadits ini juga menunjukkan bahwa mereka yang meninggal dunia di masa fatrah (masa kosong kehadiran rasul) dalam keadaan musyrik yakni menyembah berhala sebagaimana kondisi masyarakat Arab ketika itu, tergolong ahli neraka. Kondisi fatrah ini bukan berarti dakwah belum sampai kepada mereka. Karena sungguh dakwah Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya telah sampai kepada mereka. Sedangkan ungkapan ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka’ merupakan ungkapan solidaritas dan empati Rasulullah SAW yang sama-sama terkena musibah seperti yang dialami sahabatnya perihal nasib orang tua keduanya. Ungkapan Rasulullah SAW ‘Ketika orang itu berpaling untuk pergi’ bermakna beranjak meninggalkan Rasulullah SAW.(lihat Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1392 H).

Sementara ulama lain juga ada yang menilai bahwa hadits ini telah dimansukh (direvisi) oleh hadits riwayat Sayidatina Aisyah RA. Dan dengan demikian ini, maka kedua orang tua Rasulullah SAW telah terbebas sebagai penghuni neraka, seperti keterangan suatu hadits yang sudah dimansukh. Salah satu ulama yang juga mengambil posisi ini salah satunya ialah Syekh Jalaluddin As-Suyuthi dalam karyanya Ad-Dibaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj. Ialah ;

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب قالا حدثنا محمد بن عبيد عن يزيد بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال زار النبي صلى الله عليه و سلم قبر أمه الحديث قال النووي هذا الحديث وجد في رواية أبي العلاء بن ماهان لأهل المغرب ولم يوجد في روايات بلادنا من جهة عبد الغافر الفارسي ولكنه يوجد في أكثر الأصول في آخر كتاب الجنائز ويضبب عليه وربما كتب في الحاشية ورواه أبو داود والنسائي وابن ماجة قلت قد ذكر بن شاهين في كتاب الناسخ والمنسوخ أن هذا الحديث ونحوه منسوخ بحديث إحيائها حتى آمنت به وردها الله وذلك في حجة الوداع ولي في المسألة سبع مؤلفات

Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW menziarahi makam ibunya dan seterusnya. Menurut Imam An-Nawawi, ‘Hadits ini terdapat pada riwayat Abul Ala bin Mahan penduduk Maghrib, tetapi tidak terdapat pada riwayat orang-orang desa kami dari riwayat Abdul Ghafir Al-Farisi. Namun demikian hadits ini terdapat di kebanyakan ushul pada akhir Bab Jenazah dan disimpan. Tetapi terkadang ditulis di dalam catatan tambahan. Hadits ini diiwayatkan Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah.’ Hemat saya jelas, Ibnu Syahin menyebutkan di dalam kitab Nasikh dan Mansukh bahwa hadits ini dan hadits yang semakna dengannya telah dimansukh oleh hadits yang menerangkan bahwa Allah menghidupkan kembali ibu Rasulullah sehingga ia beriman kepada anaknya, lalu Allah mewafatkannya kembali. Ini terjadi pada Haji Wada’. Perihal masalah ini saya telah menulis tujuh kitab,” (Lihat Abdurrahman bin Abu Bakar, Abul Fadhl, Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Dibaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj).

Dari kalangan ahli kalam juga sudah membicarakan perihal bahwa ayah ibu nabi adalah ahli fatrah. Menurut para kalangan Muktazilah dan juga sebagian ulama Maturidiyah, orang-orang ahli fatrah ini yang wafat dalam keadaan musyrik ialah termasuk penghuni neraka. Karena bagi mereka pula, manusia yang tanpa diutus seorang rasul sekalipun maka semestinya memilih tauhid dengan melalui daya akal yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya.

Sementara kalangan Asy-ari lebih menempatkan ahli fatrah sebagai golongan atau kalangan yang telah terbebas dari tuntutan tauhid dan karena tidak adanya seorang utusan, penunjuk, yakni seorang rasul yang membimbing mereka. Dan berikut ini perbedaan pendapat yang bisa kami himpun. sebagai berikut ;

واختلف هل يكتفي بدعوة أي رسول كان ولو آدم أو لا بد من دعوة الرسول الذي أرسل إلى هذا الشخص. والصحيح الثاني. وعليه فأهل الفترة ناجون وإن غيروا و بدلوا وعبدوا الأوثان. وإذا علمت أن أهل الفترة ناجون علمت أن أبويه صلى الله عليه وسلم ناجيان لكونهما من أهل الفترة بل هما من أهل الإسلام لما روي أن الله تعالى أحياهما بعد بعثة النبي صلى الله عليه وسلم فآمنا به... ولعل هذا الحديث صح عند بعض أهل الحقيقة... وقد ألف الجلال السيوطي مؤلفات فيما يتعلق بنجاتهما فجزاه الله خيرا.

Artinya, “Ulama berbeda pendapat perihal ahli fatrah. Apakah kehadiran rasul yang mana saja sekalipun Nabi Adam AS yang jauh sekali dianggap cukup bahwa dakwah telah sampai (bagi masyarakat musyrik Mekkah) atau mengharuskan rasul secara khusus yang berdakwah kepada kaum tertentu? Menurut kami, yang shahih adalah pendapat kedua. Atas dasar itu, ahli fatrah selamat dari siksa neraka meskipun mereka mengubah dan mengganti keyakinan mereka, lalu menyembah berhala. Kalau ahli fatrah itu terbebas dari siksa neraka, tentu kita yakin bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW selamat dari neraka karena keduanya termasuk ahli fatrah. Bahkan keduanya termasuk pemeluk Islam berdasarkan riwayat yang menyebutkan bahwa Allah menghidupkan keduanya setelah Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai rasul sehingga keduanya berkesempatan mengucapkan dua kalimat syahadat. Riwayat hadits ini shahih menurut sebagian ahli hakikat. Syekh Jalaluddin As-Suyuthi menulis sejumlah kitab terkait keselamatan kedua orang tua Rasulullah SAW di akhirat. Semoga Allah membalas kebaikan Syekh Jalaluddin atas karyanya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Al-Baijuri ala Matnis Sanusiyyah, Dar Ihya’il Kutub Al-Arabiyyah, Indonesia, Halaman 14).

Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani di dalam sebuah karyanya Nuruz Zhalam Syarah Aqidatil Awam menegaskan sebagai berikut.

قال الباجوري فالحق الذي نلقى الله عليه أن أبويه صلى الله عليه وسلم ناجيان على أنه قيل أنه تعالى أحياهما حتي آمنا به ثم أماتهما لحديث ورد في ذلك وهو ما روي عن عروة عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سأل ربه أن يحيي له أبويه فأحياهما فآمنا به ثم أماتهما. قال السهيلي والله قادر على كل شيء له أن يخص نبيه بما شاء من فضله وينعم عليه بما شاء من كرامته.

Artinya, “Syekh Ibrahim Al-Baijuri mengatakan, ‘Yang benar adalah bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW selamat dari siksa neraka berdasarkan riwayat yang menyebutkan bahwa Allah SWT menghidupkan kembali kedua orang tua Rasulullah SAW sehingga keduanya beriman kepada anaknya, lalu Allah SWT mewafatkan kembali keduanya. Sebuah riwayat hadits dari Urwah dari Sayidatina Aisyah RA menyebutkan bahwa Rasululah SAW memohon kepada Allah SWT untuk menghidupkan kedua orang tuanya sehingga keduanya beriman kepada anaknya, lalu Allah SWT mewafatkan kembali keduanya. As-Suhaili berkata bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu, termasuk mengistimewakan karunia-Nya dan melimpahkan nikmat-Nya kepada kekasih-Nya Rasulullah SAW sesuai kehendak-Nya,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Syarah Nuruzh Zhalam ala Aqidatil Awam, Karya Toha Putra, Semarang, Tanpa Tahun, Halaman 27).


Beberapa Bantahan Bahwa Orang Tua Nabi Bukan Orang Musyrik
Dari sinilah, maka beberapa ulama mulai membantah akan kesalahan mengartikan hadits tersebut. Maka,  Imam Suyuthi, beliau sebagai penutup amirul mukminin fil hadits mengatakan:

"Adapun hadits tersebut maka tidak mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang di istighfarkan Rasul di belakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga, sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan).
Maka seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliau pun tertahan dari surga di dalam barzakh karena ada sesuatu yang lain diluar kufur." (Lihat At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi, hlm. 29).

Lihatlah Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berikut :

;إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم


Artinya: Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak-anak Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak-anak Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada BaniHasyim. (Hadits riwayat Muslim)

Maka, firman Allah S.W.T:


إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً

Artinya: "Sesungguhnya Allah hanya ingin menghilangkan najis dari ahlul baitmu dan mensucikan mu dengan sesuci-sucinya." (QS. Al-ahzab 33)

Di dalam sebuah kisah, yaitu kisah tentang Imam Al-Qodhi Abu Bakar ibnu Al-Arabi, beliau adalah salah seorang ulama muhaqqiqin besar madzhab Malikiyah, beliau pernah ditanya tentang adanya orang yang mengatakan bahwa orang tua Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertempatkan di neraka. 

Maka Beliau Imam Al-Qodhi Abu Bakar ibnu Al-Arabi mengatakan: "TerlaknatLah orang yang mengatakan orang tua Nabi di neraka karena Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُاللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْعَذَابًا مُهِينًا .

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina". (QS. Al-Ahzab 57)


Kekuatan Hadits Hammad

Hadits riwayat Imam Muslim dari "Hammad" :


أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ


Artinya: Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah "Ya, Rasulullah, di mana keberadaan ayahku?" Rasulullah menjawab: "dia di neraka". Maka, ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata, "sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka".

Imam As-Suyuthi (penutup amirul mukminin fil hadits) menerangkan bahwa Hammad ialah perowi hadits di atas ia diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim saja. Padahal, banyak riwayat lain yang jauh lebih kuat dari pada Hammad, seperti riwayat Ma’mar dari Anas, dan riwayat al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh:


“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”


Artinya: Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW "dimana ayahku?" Rasulullah SAW menjawab: "dia di neraka", si A’robi pun bertanya kembali "di mana Ayahmu?", Rasulullah pun menjawab, "sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka"


Riwayat di atas tidak menyebutkan bahwasannya ayah Nabi di neraka. Dan Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits san lebih kuat riwayatnya dari Hammad, sehingga riwayat dari Ma’mar dan Baihaqi ini harus didahulukan dari pada riwayat Hammad.


Pandangan Ilmiah
Kami sengaja memberikan judul "Pandangan Ilmiah", karena kami dan anda (sebagian) bukanlah Ahli hadits dan pula orang yang hidup di Jaman Nabi. Maka kami akan menambahkan bebrapa hal yang mampu ditangkap dan lebih Rasional.

Allah SWT berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis." (QS. At-Taubah: 28)

Perlu kita sampaikan lagi, bahwa Ayah nabi Muhammad S.A.W adalah 'ABDULLAH' dan itu mungkin sudah menjadi sebuah kecukupan untuk membuktikan bahwa orang tua nabi adalah dari kalangan orang yang beriman. Adapun untuk lebih jelasnya, silahkan anda pelajari kitab "Masaliku al-Hunafa fi Waalidai al-Musthafa” Karya Imam As-Suyuthi.

Adapun tentang Nabi Muhammad S.A.W yang meminta izin kepada Allah S.W.T untuk menziarahi kuburan Ibundanya Aminah dan Allah S.W.T mengizinkan, maka tidak benar jika Rasulullah S.A.W meminta izin untuk menziarahi makam ibundanya dikarekan ibunda Nabi kafir. Akan tetapi Rasulullah S.A.W meminta izin kepada Allah S.W.T untuk menziarahi makan ibundanya dikarekan Pada masa itu Allah SW.T masih melarang semua orang Islam untuk menziarahi kuburan dikarenakan masih banyak orang jahiliyah yang mengkultuskan dan bahkan menyembah kuburan, sehingga Rasulullah S.A.W meminta izin kepada Allah untuk diizinkan menziarahi kuburan Ibundanya Nabi, yaitu Aminah.

Dan ketika "Rasulullah S.A.W meminta izin untuk mendo'akan Ibundanya, maka Allah S.W.T tidak mengizinkan", bukan karea Sayyidah Aminah adalah kafir, namun karena beliau "Sayyidah Aminah" adalah kalangan Ahli fatrah yang tidak mempunyai catatan amalan dan tidak mungkin memiliki catatan hitam yang harus diampunkan.

Jika dikatakan "Orang tua nabi penyembah berhala dan atau Musyrik", apakah ada sebuah keterangan yang bisa di pertanggung jawabkan atas pernyataan itu.?.
Apakah nama "Muhammad" adalah penamaan dari orang Musyrik.? Jika Benar, maka ini sangat bertentangan dengan ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad S.A.W bahwa Beliau (Rasulullah S.A.W) di salurkan dari sulbi-sulbi yang suci dan rahim yang bersih.
Orang Tua Nabi Dihidupkan Kembali.?
Hadits Nabi Muhammad S.A.W dari Aisyah R.A : 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: حَجَّ بِنَا رَسُوْلُ اللهِ حَجَّةَ الْوَدَاعِ فَمَرَّ بِي عَلَى عَقَبَةِ الْحَجُوْنِ وَهُوَ بَاكٍ حَزِيْنٌ مُغْتَمٌّ فَنَزَلَ فَمَكَثَ عَنِّي طَوِيْلاً ثُمَّ عَادَ إِلَيَّ وَهُوَ فَرِحٌ فَتَبَسَّمَ فَقُلْتُ لَهُ فَقَالَ: ذَهَبْتُ إِلَى قَبْرِ أُمِّي فَسَأَلْتًُ اللهَ أَنْ يُحْيِيْهَا فَآمَنَتْ بِي وَرَدَّهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ


Artinya: "Dari A’isyah rda. ia berkata: ‘Rasulullah bersama-sama kami melaksanakan haji wada’. Saat lewat di Aqabah Hajun bersamaku beliau menangis sedih dan susah, kemudian beliau turun dan tinggal beberapa lama, kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gambira dan tersenyum, lalu aku katakan kepadanya dan beliau menjawab: ‘Aku pergi ke makam ibuku, lalu aku minta supaya Allah menghidupkannya kemudian ibuku beriman kepadaku dan Allah mengembalikannya lagi."

Hadits ini derajatnya ialah dha‘if menurut Imam as-Suyuthi dan serta diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam kitab an-Nasikh wa al-Mansukh, meskipun di Maudhu'kan oleh Ibnul Jauzi.

Seorang Al-Ajhuri mengatakan bahwasannya yang benar, derajat hadits masyhur tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulallah itu ialah termasuk kedalam derajat hadits dha‘if, dan bukanlah hadits maudhu’ ataupun juga hadits shahih, sebagaimana telah ditegaskan oleh Ibnu SyahinIbnu Asakir, as-Suhaili dan juga Ibnu Nashir.

Al-Habib Abdullah Ba-Alawi dalam kitabnya Is’ad ar-Rafiq yaitu syarah kitab Sullam at-Taufiq, beliau  mengatakan, "yang haq (pendapat yang benar untuk diikuti) sebagaimana yang di tahqiq-kan oleh Imam Fakhruddin ar-Razi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain bahwasannya ayahanda (atau ayah leluhur) Rasulullah tidak ada yang berstatus sebagai kafir. Hal itu ialah sebagai bentuk penghormatan terhadap kedudukan nubuwwah. Begitu juga dengan ibundanya (atau ibu leluhur) beliau, seperti halnya leluhur Rasulullah yang semuanya tidak ada yang tergolong kafir begitu juga leluhur para Nabi-Nabi lain. Adapun Azar yang juga di kenal sebagai ayahanda Nabi Ibrahim, sebenarnya ia (Azar) bukanlah ayah, tapi paman (paman Nabi Ibrahim a.s) sebagaimana pendapat para ulama kita".

Menurut al-Bajuri dan juga Hasan al-Adawi hadits riwayat Aisyah di atas derajatnya shahih menurut ahli hakikat, sebagaimana tertuang dalam syair-syair mereka:

أَيْقَنْتُ أَنَّ أَبَا النَّبِيِّ وَأُمَّهُ حَتَّى لَهُ شَهِدَا بِصِدْقِ رِسَالَةٍ هَذَا اْلحَدِيْثُ وَمَنْ يَقُوْلُ بِضُعْفِهِ أَحْيَاهُمَا الرَّبُّ الْكَرِيْمُ اْلبَارِي صِدْقٍ فَتِلْكَ كَرَامَةُ الْمُخْتَارِ فَهُوَ الضَّعِيْفُ عَنِ الْحَقِيْقَةِ عَارِي


Artinya: Aku meyakini bahwa ayah dan ibu Nabi dihidupkan kembali oleh Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia. Hingga mereka berdua bersyahadat akan kebenaran risalah yang benar. Maka itu adalah suatu kehormatan bagi Rasulullah. Hadits tentang ini dan yang mengatakan dha‘if adalah orang yang dha‘if sendiri dan tidak tahu hakikat sebenarnya.

Asy-Sya'rani juga mengatakan, bahwa Imam as-Suyuthi banyak menulis kitab yang menjelaskan perihal yang berkenaan dengan status orang tua Nabi Muhammad S.A.W yang selamat dari siksa neraka, juga termasuk satu risalah yang ditulis dalam  kitab Al-Hawi lil Fatawi. Dan di antaranya yang menyutujui hadits tersebut (tidak menyebut sebagai derajat maudhu’ seperti penilaian dari al-Hafizh Ibnul Jauzi) adalah Al-Khathib al-Baghdadi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu Syahin, As-Suhaili, Al-Qurthubi, Ath-Thabari, Ibnu Munayyir, Ibnu Nashiruddin, Ibnu Sayyid an-Nas dan juga ash-Shafadi.



Kemudian pada akhir dari kesimpulan pendapat-pendapat jumhur ulama dalam lingkungan Ahlussunah ialah, bahwa orang tua Nabi Muhammad adalah termasuk orang-orang yang selamat dari neraka, dengan alasan, 1). Hadits yang terdapat di atas dapat diterima, dab walau karena meskipun dha‘if secara ilmu riwayat atau musthalah, tetapi shahih secara kasyf. Dan adapun penilaian maudhu’ Ibnul Jauzi tidaklah dibenarkan oleh ulama. 2). Orangtua Nabi termasuk kedalam kalangan ahli fatrah (hidup masa kekosongan akan seorang utusan yang menyampaikan sebuah risalah).

Demikian yang bisa kami sampaikan semoga bermanfaat..

Jika ada kesalahan dalam penulisan, semoga ada dalam Maghfirah Allah Subhanahu Wata'ala.. Aamiin.

Wallahu'Alam Bishawwab

Semoga bermanfaat, jangan lupa Share dan Bagikan.

Wassalamu'alaikum,, Warohmatullohi,, Wabarokaatuh,,


Referensi :

  • Shahih Muslim
  • Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1392 H
  • Abdurrahman bin Abu Bakar, Abul Fadhl, Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Dibaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj
  • Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Al-Baijuri ala Matnis Sanusiyyah, Dar Ihya’il Kutub Al-Arabiyyah, Indonesia, Halaman 14
  • Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Syarah Nuruzh Zhalam ala Aqidatil Awam, Karya Toha Putra, Semarang, Tanpa Tahun, Halaman 27
  • At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi, hlm. 29
  • Jalaluddin As-Suyuthi, Masaliku al-Hunafa fi Waalidai al-Musthafa



Lihat Artikel Lainnya :
Dimanakah Orang Tua Nabi Muhammad S.A.W.?
Kembali Kepada Al-Qur'an Dan Sunnah Melalui Sanad Ilmu (ULAMA)

Keyword :
orang tua nabi musyrik, orang tua nabi masuk neraka, apakah orang tua nabi masuk neraka, hadits orang tua nabi masuk neraka, benarkah orang tua nabi masuk neraka, apakah kedua orang tua nabi masuk neraka, orang tua nabi masuk surga atau neraka, hadits tentang orang tua nabi masuk neraka, orang tua nabi muhammad saw masuk neraka, orang tua nabi muhammad masuk surga atau neraka, apakah orang tua nabi muhammad masuk neraka, orang tua nabi muhammad masuk neraka, benarkah orang tua nabi muhammad masuk neraka
banner
Previous Post
Next Post

0 komentar: